TIMES SINGKAWANG, MAGETAN – Banyak orang tua sering panik ketika melihat berat badan buah hati mereka tidak kunjung naik. Anggapan umum bahwa ini hanya masalah nutrisi atau stunting, ternyata keliru. Penyebabnya bisa jadi masalah yang jauh lebih kompleks, mulai gangguan sensorik hingga kelemahan otot.
Saat ditemui TIMES Indonesia, Kamis (11/09/2025), Fisioterapis Anak asal Magetan, Jawa Timur, Meita Arizka mengungkapkan, di bulan pertama kehidupan, bayi seharusnya menunjukkan pola kenaikan berat badan yang stabil. Namun, jika grafik berat badan mendatar, ini bukan hanya soal asupan ASI.
"Dokter akan menganalisa apakah ada penyakit tersembunyi yang menghambat metabolisme, atau justru ada gangguan sensorik yang membuat anak tidak bisa menghisap ASI," ujarnya.
Masalah ini kerap baru disadari orang tua saat anak memasuki usia MPASI (Makanan Pendamping ASI) sekitar 8-9 bulan. Orang tua baru sadar jika anaknya tidak mau makan, hanya diemut saja.
Di Magetan sendiri, kasus seperti ini cukup sering ditemukan, seperti anak yang menolak nasi padahal usianya sudah tiga tahun atau hanya mau makanan lembek. Kasus ini bahkan dapat berujung pada kondisi stunting yang mengkhawatirkan.
Untuk mengatasi masalah ini, penanganan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Diperlukan kolaborasi erat antara dokter dan fisioterapi untuk merumuskan terapi yang cocok, seperti fisioterapi, terapi okupasi, ataupun terapi wicara.
Peran Fisioterapi
Fisioterapi fokus pada aspek fisik dan motorik anak. Mereka menganalisis kualitas otot, terutama pada otot postural (otot area perut), otot leher dan juga otot rahang, yang sangat penting untuk proses mengunyah.
Anak minimal harus sudah bisa menyangga kepalanya sebelum memulai MPASI. Jika ada keterbatasan gerak, fisioterapi akan segera memperbaiki.
Fisioterapi juga memainkan peran krusial dalam perawatan pascanatal, khususnya untuk bayi prematur atau yang tidak langsung menangis saat lahir. Mereka akan memperbaiki oromotor, yaitu otot-otot dan refleks di area mulut, termasuk refleks menghisap yang merupakan refleks bertahan hidup bagi bayi.
"Dari kurang lebih 200 anak pasien saya, 10 persennya memiliki gangguan makan," terangnya.
Peran Terapi Okupasi dan Wicara
Setelah motorik diperbaiki, terapi akan beralih ke sensoris. Melalui sensory play, anak diajak untuk berinteraksi langsung dengan makanan, memegang, dan merasakan berbagai tekstur, suhu, serta bentuk. Ini penting untuk menghilangkan rasa jijik atau penolakan.
Menurut owner Rumah Tumbuh Kembang Samudra Harapan ini, beberapa anak jijik dengan tekstur lembek, sementara yang lain justru suka yang keras.
"Kita harus mengenalkan semuanya agar anak mau makan, lalu terapi wicara akan menganalisis lebih dalam, misalnya, cara mengunyah anak yang salah,contohnya hanya menggunakan gigi depan padahal seharusnya memakai gigi geraham," terangnya.
Anggapan masyarakat bahwa fisioterapi itu mahal sering kali menjadi penghalang bagi orang tua untuk mencari fisioterapis. Padahal, biayanya cukup terjangkau.
Untuk observasi dan asesmen, jika di Rumah Tumbuh Kembang Samudra Harapan Magetan, biayanya berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 125.000, yang dibayarkan saat kunjungan pertama dan evaluasi rutin 4-5 bulan sekali. Sementara itu, biaya per pertemuan selanjutnya hanya Rp 70.000.
Dengan penanganan yang tepat dan terpadu, masalah makan pada anak bisa diatasi, memastikan tumbuh kembang optimal dan mencegah risiko stunting. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Begini Cara Fisioterapis di Magetan Bantu Cegah Stunting, Simak Penjelasannya
Pewarta | : Aditya Candra |
Editor | : Ronny Wicaksono |